Kartel Indosat Ooredoo dan XL Axiata saat membentuk usaha patungan | PT. Equityworld Futures
Menurut Ketua KPPU Muhammad Syarkawi Rauf, kepada sejumlah wartawan, surat pemanggilan KPPU kepada dua operator sudah dikirimkan dan akan dilakukan pertemuan dalam waktu dekat.
President Director & CEO XL Axiata Dian Siswarini, berharap usaha patungan bersama Indosat ini dapat memberikan jasa konsultasi untuk kolaborasi jaringan di masa mendatang.
Pemanggilan ini, menurutnya, karena ada tiga indikasi yang mengarah ke kartel dan menyalahi UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
"Kami akan memanggil Indosat dan XL karena ada tiga indikasi dugaan kuat yang mengarah kartel, yakni price fixing, market allocation, dan output restriction," ujarnya lebih lanjut.
Dijelaskan Syarkawi, price fixing yang dimaksud adalah Indosat dan XL bisa berkoordinasi menetapkan harga. Sementara, market allocation, keduanya bisa menetapkan pembagian wilayah pemasaran.
Sedangkan output restriction, keduanya bisa mengatur pasokan bersama-sama. KPPU mengakui ada indikasi bahwa pembentukan perusahaan patungan antara XL dan Indosat ini telah dirancang sejak lama untuk persiapan jika PP No 52/2000 dan PP 53/2000 kelar direvisi dan ditandatangani Presiden Joko Widodo.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) merespon laporan Forum Masyarakat Telekomunikasi Indonesia (FMTI) terkait dugaan kartel Indosat Ooredoo dan XL Axiata saat membentuk usaha patungan bernama PT One Indonesia Synergy.
Sebab, di dalam revisi PP tentang penyelenggaran telekomunikasi dan penggunaan spektrum frekuensi itu, akan memungkinkan operator untuk berbagi jaringan aktif, dimana satu perangkat bisa digunakan bersama dan frekuensi digabungkan.
"Mereka (Indosat dan XL) bertindak sebelum ada payung hukumnya. Jadi akan kita dalami lebih lanjut apakah tindakan ini memang terencana atau tidak.
Seperti diketahui, Indosat dan XL telah membuat perusahaaan patungan itu sejak beberapa bulan lalu dan telah resmi diumumkan melalui keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 10 Mei 2016.
XL sendiri telah mengaku telah dipanggil KPPU pada Selasa (3/10). Namun mereka telah meminta pengunduran waktu untuk memenuhi panggilan tersebut.
“Pemanggilan dari KPPU kemarin belum bisa berikan pernyataan karena belum tahu subjeknya tentang apa," kata Vice President Corporate Communication XL Axiata Turina Farouk.
KPPU Endus Persaingan Tak Sehat Soal Tarif Seluler | PT. Equityworld Futures
Mengenai pangsa pasar secara nasional, Telkomsel mendominasi 45 persen, setelah itu Indosat 21,6 persen, Tri 14,4 persen, dan XL 14 persen. Sedangkan untuk pasar di luar Pulau Jawa, lebih dari 80 persen dikuasai Telkomsel, sementara Indosat dan XL tak lebih dari 5 persen.
Di samping itu, KPPU juga mengendus aroma persaingan tak sehat dari skema tarif seluler terbaru yang ditawarkan Indosat-XL. KPPU melihat adanya tanda-tanda price fixing dalam penetapan tarif telepon lintas operator (off-net) di luar Pulau Jawa.
Hal ini terlihat dari Indosat yang menawarkan program telepon Rp 1 per detik untuk panggilan off-net pada pertengahan 2016, kemudian XL menelurkan program Rp 59 per menit pada pekan lalu.
Strategi marketing itu tetap dilakukan Indosat-XL meskipun penetapan tarif baru interkoneksi tengah ditangguhkan.
Hal itulah yang membuat KPPU mencurigai adanya kesepakatan penetapan tarif."Kami akan memanggil Indosat dan XL karena ada tiga indikasi dugaan kartel yakni price fixing, market allocation, dan output restriction," kata Ketua KPPU Muhammad Syarkawi Rauf melalui pesan singkat, Selasa (11/10/2016) di Jakarta.
Seperti yang diwartakan sebelumnya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) akan memanggil PT Indosat Ooredoo Tbk (Indosat) dan PT XL Axiata Tbk (XL) terkait pembentukan usaha patungan bernama PT One Indonesia Synergy, yang terindikasi kartel.
Syarkawi menuturkan, pihaknya akan mendalami lagi soal polemik tarif off-net tersebut. Ia pun menilai, pemerintah harusnya bisa menerapkan reward and punishment bagi operator sesuai dengan lisensi yang dimilikinya.
Jika operator memiliki lisensi seluler, maka operator yang bersangkutan wajib membangun jaringan secara nasional.
"Semestinya ada reward and punishment bagi operator yang patuh dan tidak patuh. Selain itu, harus dihitung mekanisme kompensasinya bagi operator yang patuh membangun jaringan," tambahnya.
Jika melihat skema tarif yang ditawarkan Indosat dan XL, bisa dipastikan adanya subsidi mengingat biaya cost recovery XL adalah Rp 65 per menit dan Indosat Rp 86 per menit, untuk panggilan lintas operator.
Sementara cost recovery Telkom dan Telkomsel Rp 285 per menit, Smartfren Telecom Rp 100 per menit, dan Hutchison 3 Indonesia (Tri) Rp 120 per menit.
KPPU: Indosat dan XL Kenapa Tidak Merger Saja? | PT. Equityworld Futures
"Kalau mereka apa-apa selalu bersama dan bersepakat, padahal kalau dilihat dari lisensi mereka harusnya berkompetisi, kenapa Indosat dan XL tidak merger saja?" ujar Ketua KPPU Muhammad Syarkawi Rauf di Jakarta, Senin (10/10/2016).
Kepemilikan silang, menurut KPPU, tak hanya dilihat dari presentase kepemilikan perusahaan, tapi dari kebijakan (conduct) perusahaan dalam menetapkan tarif.
KPPU sendiri rencananya akan memanggil kedua operator itu terkait laporan dugaan kartel setelah membentuk perusahaan bernama PT One Indonesia Synergy. Menurut Syarkawi, surat panggilan telah dikirimkan kepada Indosat dan XL.
Selain mendalami kasus dugaan kartel ini, KPPU juga mencium gelagat telah terjadi persekongkolan tarif alias price fixing. Hal itu terlihat saat kedua operator itu memberlakukan tarif yang hampir mirip untuk menggoyang dominasi Telkomsel di luar Jawa.
Dimulai dari Indosat yang mengumbar tarif Rp 1 per detik (Rp 60 per menit) untuk panggilan off-net pada pertengahan 2016 lalu, kemudian dilanjutkan XL Axiata yang mengeluarkan program serupa Rp 59 per menit.
Aksi pemasaran itu tetap dilakukan Indosat dan XL meskipun penetapan tentang tarif baru interkoneksi tengah ditangguhkan. Dari situ timbul kecurigaan KPPU ada aroma persekongkolan penetapan tarif untuk menjatuhkan Telkomsel melalui usaha yang tidak sehat.
Dari indikasi itu pula, timbul kecurigaan KPPU adanya cross-ownership antara Indosat dan XL. Pasalnya, alih-alih berkompetisi, kedua operator itu terkesan sangat dekat dan saling berkolaborasi dalam beberapa tahun terakhir ini.
"Ibaratnya mereka bangun satu rumah dengan dua kunci. Sulit untuk saling percaya satu sama lain di saat keduanya benar-benar berkompetisi, kecuali pemiliknya memang sama, cross-ownership," ujarnya.
Indosat Ooredoo dan XL Axiata tengah disorot oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Selain dilaporkan terindikasi kartel dan price fixing, keduanya juga dicurigai terlibat kepemilikan silang alias cross-ownership.
Dugaan kasus kepemilikan silang atau cross-ownership ini juga tengah didalami KPPU. Selain memanggil Indosat dan XL, KPPU juga akan meminta keterangan dari Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara.
"Kami sudah kirim surat kepada Indosat dan XL, selain itu kami juga meminta keterangan Pak Rudiantara. Nanti akan kami undang semua termasuk rekan-rekan media," pungkas Syarkawi.
Penyidikan dugaan terjadinya kepemilikan silang, berlandaskan pasal UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, pasal 27 A.